NUSAIDAMAN

Selamat Datang, Teman... Terima Kasih sudah berkunjung...

Rabu, 10 Juni 2009

YANG TERLEWATKAN

Siang itu sy sedang menunggu kereta. Semarang-Surabaya. Saat memasuki ruang tunggu, aku sedikit kesulitan menemukan tempat duduk yang kosong. Dimana-mana banyak orang yang terbaring di tempat duduk itu, mengambil space yg cukup besar. Sebagian besar sedang lelap dalam tidurnya. Kuperhatikan dengan seksama. Orang-orang itu, hmm... memakai seragam, di belakangnya bertuliskan Kuli Angkut Stasiun Tawang Semarang. Oow... mungkin mereka yang menawarkan jasa mengangkatkan barang dari para penumpang Kereta Api.

Saya kemudian memilih mojok di salah satu tempat yg agak lowong, di sudut ruang tunggu. Keretaku masih 2 jam lagi. Kuletakkan ranselku disamping, dan mulai mengedarkan pandangan ke keadaan sekitarku, seperti kebiasaanku jika sedang menunggu. Memperhatikan orang2 yg lalu lalang di ruang itu. Biasanya hal ini membawa inspirasi sendiri dalam otakku. Banyak hal yang bisa dipelajari dari keadaan sekitar. Dari hal-hal kecil sekalipun.

10 menit, 20 menit, sy belum bisa menemukan apa-apa. Pikiranku malah mengawang-awang ke dalam kejadian beberapa hari terakhir ini. Begitu banyak yg terjadi di luar kendaliku. Dan seperti biasa pula, hal seperti ini sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi psikisku. Berulang kali kucoba mencari sisi positif dari semua hal yang kualami, berharap dapat menemukan celah untuk aku dapat memetik hikmah dari situ. Gagal. Yang ada sy semakin terpuruk dalam rasa penyesalan, rasa tidak_mengerti_kenapa_harus_saya_yang_mengalami_kejadian_ini. Ah.... kerdilnya pikiranku.

Tiba-tiba peluit tanda kereta akan datang, berbunyi. Sontak ruang tunggu yang tadinya sunyi, tidak ada aktivitas yg berarti, menjadi riuh. Para pedagang asongan mulai siap2 dengan dagangannya masing2. Dan, beberapa orang yg tadi tertidur di bangku panjang itu, terlihat sangat kaget, dan langsung terbangun pula dari mimpinya. Sebagian nampak belum begitu pulih kesadarannya. Bangun, mengucek mata, tertegun sejenak, namun tak lama segera bersiap-siap pula menyambut kereta itu. Ini kali pertama aku naik kereta di sini. Sebelumnya pertama dan terakhir di Malaysia, waktu KKL tour, tahun 2006 kemaren. Dan sy baru tau pulak kalo untuk naek di kereta itu ada tangga kecil yg disiapkan oleh stasiun. Tangga itu tidak dipasang permanen, karena tidak dapat ditebak di titik mana kereta akan persis berhenti. Nantinya, para kuli itu berebutan mendekatkan tangga itu di pintu kereta. Semoga kalian bisa membayangkan apa yg sy maksud, hehehh...

Ketika kereta itu telah benar2 berhenti, para kuli itu pun berebutan masuk ke dalam kereta, mencari penumpang yang memiliki bawaan yg cukup banyak. Menawarkan jasa mengangkatkan barang. Sampai penumpang yg turun di terminal itu habis. Begitu seterusnya. Jika kereta yg lain datang, maka siklus yg sama akan terulang.

Sepintas, tak ada yg aneh dengan hal itu. Semua bekerja dengan porsinya masing-masing. Dan semua sudah mendapat jatah rejekinya sendiri-sendiri, tinggal bagaimana ia menjemputnya.

Namun menjadi tidak biasa ketika realita ini dihadapkan padaku. Sy merasa seolah2 tertampar melihat semua yg ada di depan mataku ini. Begitu susakhnya orang lain mencari nafkah, hingga harus menghabiskan hampir seluruh waktunya di stasiun ini. Tertidur di bangku2 stasiun itu. Mungkin hingga malam, atau bahkan sampai pagi, mengikuti jadwal kedatangan kereta. Belum lagi jika orang2 itu harus menafkahi keluarganya. Tapi adakah keluhan terucap dari lisannya? Entahlah. Tapi jika memang alasan untuk mengeluh bisa dibenarkan, sy merasa, orang2 dihadapanku ini lebih pantas untuk mengeluh, dengan keadaannya saat ini. Atau ini hanya otak sok tauku yg sedang bekerja? Pertanyaan selanjutnya, apakah ada alasan yg membenarkan kita untuk mengeluh? *koq jadi kemana2 gini yah*

Sementara saya? Baru ujian sedikit saja sudah merasa tidak diperlakukan dengan adil oleh Tuhan. Merasa heran, mengapa hanya aku yg diberi ujian itu. Padahal, heyyyy.... bukankah itu untuk menguji apa yg ku akui sebagai iman? Mengapa tak jua kurasakan bahwa saat ujian itu datang, Tuhan sedang tersenyum padaku karena rasa sayang-Nya. Tak hendak Dia menjadikanku manusia yg congkak dengan apa yg sedikit kumiliki. Tak rela dia melihatku begitu memuja kefanaan dunia, sementara ada akhirat yg menunggu dengan keabadiannya. Dan berbagai prasangka baik yg mestinya kutujukan untuk-Nya namun tertutupi oleh rasa kalut dan sedih.

Allah memang memiliki banyak cara untuk menegur hamba-Nya. Lagi-lagi harus kusyukuri, Dia masih menegurku dengan cara-Nya yang indah. Lewat pemandangan yang tersaji didepanku, lewat orang-orang yg pastinya tak mengenalku, tapi saya mengambil banyak pelajaran darinya. Betapa Allah menyayangiku.

Maka, perjalananku ke Semarang ini tidak hanya menjadi SPPD terjauh yang kujalani, tapi juga menjadi sebuah perjalanan yg membawaku pada sebuah rasa kesyukuran yang dalam. Mengingat lagi betapa banyak nikmat-Nya yang terhampar di depan mata, yg seringkali lalai untuk disyukuri. Merasakan lagi belaian sayang-Nya lewat apa yg kurasakan sekarang. Terima kasih Ya Allah untuk rasa ini, semoga aku mampu menjaganya. Dan –sekali lagi- untuk semua Nikmat-Mu, entah dengan cara apa lagi aku harus mensyukurinya....


Tak sadar, ketika kereta mulai melaju meninggalkan stasiun, sy masih menyisakan senyum itu...:)

1 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda