NUSAIDAMAN

Selamat Datang, Teman... Terima Kasih sudah berkunjung...

Kamis, 28 Mei 2009

IBU DAN RUMAH

Tak ada yg berubah dari bangunan itu. Masih seperti yg dulu. Hanya warna catnya yg terlihat lebih baru. Iya, kemaren memang dapat kabar kalo rumah ini baru selese dicat. Kombinasi warnanya pun tak berubah, masih tetap krem-abu abu. Pilihan Ayah.
Saat mobil tepat berhenti di depan pagar, kulihat Ibu sudah menungguku di teras rumah. Meskipun sempat ngedumel ga jelas gara-gara keputusanku berangkat malam dari Surabaya, tap Ibu pasti sangat merindukanku. Pastinya. Lihatlah, dia rela tidak tidur untuk menunggu diriku siang itu.
Kuraih tangannya, kucium dengan penuh takzim. Ada rasa haru yg membuncah. Luapan rasa rindu untuknya. Tapi seperti biasa pula, ibu tak pernah tahan dengan situasi melow kek gini. Segera ia memberondongku dengan pertanyaan2 seputar kepulanganku.
”Dari bandara sana jam berapa? Sampe Makasar jam berapa? Naek apa dari bandara?”
”Tadi dijemput sama mobil jam berapa?”
”Bosmu tidak bilang apa2ji kau tidak masuk hari ini?” Wedew........

Kuitari rumah itu. Terakhir kesini ya waktu Ayah meninggal. Ah, memori itu menyeruak lagi. I think I’m strong enough. Ternyata tidak. Setiap sudut rumah menghadirkan kenangan tentang Ayah. Maka yg selanjutnya kulakukan adalah bermain dengan semua memori itu. Biarkan. Biarkanlah....
Di sebuah kursi depan TV, tempat Ayah duduk jika ingin menonton berita. Tempat duduk Ayah di meja makan, tepat di depan kulkas. Teringat gaya Ayah jika sedang makan, yang selalu mengangkat kaki kanannya untuk ditumpu di kursi. Menikmati setiap apapun masakan Ibu. Karena Ayah bukan orang yg bermasalah dengan menu makanan. Apapun disantapnya, asalkan ada sayur.
Di sudut lain, ada tempat di mana Ayah sering mojok di sana untuk membaca surat kabar, majalah, ato apapun sambil menghisap cerutunya. Sesekali memanggil siapapun yang ada disekitarnya hanya untuk berbagi setiap berita baru yg dibacanya. Dan menjelaskan dengan detail maksud berita itu, plus opininya sendiri. Padahal bisa saja kami nantinya membaca sendiri berita itu, atau bahkan terkadang sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Hehe....
Melongok ke garasi, masih ada motor Ayah disana. Skuter klasik, keluaran 76. seumuran dengan usia kakakku yg pertama. Menemaninya menunaikan tugas sebagai abdi negara. Walopun di akhir2 masa jabatannya ia mendapat tunjangan mobil dinas, tetap saja ia merasa lebih nyaman dengan motor itu. Sudah sehati katanya. Entahlah, apa sekarang motor itu masih bisa difungsikan.
Masuk ke kamarnya, kurebahkan diri di atas tempat tidur. Di tempat posisi Ayah dulu. Dulu, disini, Ayah sering memanggilku untuk memijit2 tangan dan kakinya, melepas lelah sehabis seharian di kantor. Sambil rebahan itu, Ayah tetap mengeluarkan petuah dan kata-kata bijaknya untuk kami anak2nya. Saya teringat, waktu libur lebaran tahun lalu, Ayah sempat bergurau padaku ”Jangan2 kau sudah gengsi pijit2ka, gara2 sudah jadi pegawemi”. Ahahahah, ada2 saja. Tak kusangka ternyata itu adalah lebaran terakhir bersama Ayah.
Disini, air mata itu tak tertahan. Kebenamkan wajahku di bawah bantal, mencoba meredam gemuruh dihati. Rasanya sesak. Akumulasi semua masalah yg kuhadapi, sikap orang2 disekitarku yg begitu membingungkan, ugh.... betapa aku ingin bercerita banyak padanya. Tak lama ibu masuk. Seolah bisa menebak apa yg terjadi, ibu duduk disampingku. ”Beginimi, sampe kapanpun, rasa2nya masih selalu ada Bapak dirumah ini. Apalagi kalo masuk di kamar ini.....”

Begitupun malamnya. Kulihat ibu sangat serius menonton. Tayangan sinetron (yang menurutku caritana sangat2 tidak masup akal). Coba bukan ibu yang menontonnya, sy sudah ngamuk2 minta ganti chanel. Akhirnya sy memilih nyender di kaki ibu, sambil baca-baca majalah langganan di rumah. Tiba-tiba Ibu nyeletuk ”Ini acara berita yang selalu ditunggu2 sama Bapak kasian”. Saya tersentak. Lho, bukannya Ibu sedang menonton sinetron? Kualihkan pandangan ke layar TV. Sudah berganti channel rupanya. Disana ada tayangan berita yg muncul setiap jam 9 malam, selepas Headline News. Wew, ternyata saat lagi menonton pun ingatan ibu tetap tertuju kepada Ayah. Kulirik ibu sekilas, ada yg menggenang di pelupuk matanya. Ah, ibu. Apa untuk ini kau selalu mengharapkan kepulanganku? Untuk mendengar cerita2mu tentang Ayah. Karena setiap hal yg terjadi di sekitarmu masih saja membawa ingatanmu padanya. Dan kau hanya butuh orang yg mau mendengarmu. Itu saja. Wajarlah kupikir, lebih dari separuh waktumu kau habiskan bersamanya. Mendidik dan membesarkan kami.

Dalam diamku, kupanjatkan sebaris doa. Tentang sosok yang ada di sampingku. Rabb, jika aku layak untuk meminta padamu, maka kabulkanlah ini. Jika segala kebaikan yg ada padaku belum cukup untuk membuat orang2 percaya padaku, maka cukuplah kepercayaan-Mu untuk mendengar pintaku. Jika segala yang kulakukan belum cukup untuk menghadirkan jawab-Mu atas pintaku yang lain, Jika pun aku tak pernah cukup baik untuk siapapun di luar sana, maka cukupkanlah yang ini saja Rabb. Berikan aku hidup untuk membahagiakannya. Untuk senantiasa bersamanya. Menemaninya di senja usianya. Hanya itu. Dan segalanya menjadi cukup buatku. Kabulkan Ya Rabb.....T_T

4 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda